MAKALAH KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3)
PT. KRAKATAU STEEL

Disusun Oleh
NAMA : DANIL ATH THARIQ
NPM : 21416707
KELAS : 4IC02
JURUSAN
TEKNIK MESIN
FAKULTAS
TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS
GUNADARMA
DEPOK
2019
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL 1
DAFTAR
ISI 2
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 3
B. Manfaat 5
BAB II PEMBAHASAN
A. Faktor dan Potensi Bahaya 6
B. Keselamatan Kerja 12
C. Hiperkes 14
D. Pengendalian Lingkungan 15
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan 17
B. Saran 19
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di
dunia telah membawa dampak positif bagi perkembangan dunia industri di
Indonesia. Dengan menerapkan teknologi tinggi pada proses produksi sangat
membantu peningkatan kuantitas dan kualitas hasil produksi. Tetapi di sisi lain
penggunaan teknologi tinggi juga membawa dampak negatif yang begitu komplek,
antara lain timbulnya faktor-faktor bahaya dan potensi bahaya. Faktor dan
potensi bahaya tersebut apabila tidak dikendalikan dapat menimbulkan kerugian
baik itu korban, harta benda, maupun lingkungan sekitar. Melihat potensi bahaya
dan akibat yang ditimbulkan cukup besar, maka perlu diadakan upaya-upaya
pengendalian untuk meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja.
Pada dasarnya program keselamatan dan
kesehatan kerja yang dilaksanakan di perusahaan merupakan suatu bentuk
penghargaan dan pengakuan terhadap nilai luhur kemanusiaan. Penghargaan
tersebut diwujudkan dalam bentuk upaya pencegahan dari kemungkinan terjadinya
kecelakaan kerja pada diri pekerja atau orang lain yang berada di suatu lokasi
kerja (Suma’mur, 1996).
Melihat kenyataan yang demikian ternyata
keselamatan dan kesehatan kerja telah menjadi suatu kebutuhan yang penting
dalam perkembangan di sektor industri. Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja telah memberikan tanggung
jawab kepada manajemen untuk melaksanakan pencegahan kecelakaan dan penyakit
akibat kerja. Namun keselamatan dan kesehatan kerja merupakan tanggung jawab
bersama dalam mencapai tujuan.
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1970
pada intinya adalah sebagai berikut :
1. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan
pekerjaaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produktivitas.
2. Menjamin keselamatan orang lain yang berada di tempat kerja.
3. Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien
Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang No.13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan yang menyatakan hak tenaga kerja untuk memperoleh perlindungan
atas keselamatan dan kesehatan kerja guna mewujudkan produktivitas yang optimal
maka perusahaan menyelenggarakan upaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
Kepedulian pemerintah Indonesia terhadap keselamatan kerja tertuang dan
diatur dalam UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dan UU No. 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan, yang di dalamnya menyebutkan bahwa :
1. Tiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatan,
kesehatan, moral kerja serta perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan
moral agama.
2. Pemerintah membina perlindungan kerja yang mencakup :
a. Norma keselamatan kerja.
b. Norma kesehatan kerja dan higene perusahaan.
c. Norma kerja.
d. Pemberian ganti kerugian perawatan dan rehabilitasi dalam hal kecelakaan
kerja.
PT. Krakatau Steel adalah salah satu industri baja terkemuka di
Indonesia bahkan di Asia Tenggara adalah alternatif yang dipilih untuk
melaksanakan praktek kerja. Sangatlah diyakini bahwa sebagai industri yang
berskala besar pastilah menggunakan berbagai macam teknologi. Selain itu, PT.
Krakatau Steel sebagai perusahaan yang menaruh perhatian besar dalam bidang
Hiperkes dan Keselamatan Kerja. Hal yang telah dilakukan adalah diterapkannya
pelaksanaan Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lingkungan Hidup (K3LH) serta
telah menyediakan APD bagi tenaga kerja maupun orang lain yang berada di tempat
kerja, pengadaan pos P3K, training K3, sarana dan prasarana pengolahan limbah
industri. Sebuah nilai penting yang dapat dipelajari dan dijadikan pengalaman selama
kerja praktek.
B. Manfaat
Adapun manfaat dari
pembuatan makalah ini, yaitu :
1. Meningkatkan kemampuan dan kualitas mahasiswa dalam merencanakan
pengendalian faktor-faktor bahaya yang terdapat di perusahaaan.
2. Menambah pengetahuan dan wawasan dalam bidang Keselamatan dan Kesehatan
Kerja serta Lingkungan Hidup.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Faktor dan Potensi Bahaya
Dilihat dari proses produksinya PT. Krakatau Steel memiliki faktor dan
potensi bahaya yang berbeda tergantung sumber dan jenis pekerjaannya, oleh
karena itu diperlukan usaha pengendalian yang dilaksanakan berdasarkan
peraturan perundangan yang berlaku, yaitu sebagai berikut :
1. Faktor bahaya
a. Kebisingan
Kebisingan adalah suara yang tidak dikehendaki
yang dapat megganggu kodisi fungsi pendengaran. Intensintas kebisingan pada
angka yang melebihi 85 dBA, NAB dalam bekerja 8 jam/hari atau 40 jam/minggu,
hal ini telah diatur dalam Kepmenaker No. 51/MEN/1999, maka perlu adanya
pengendalian dalam rangka melindungi tenaga kerja dari faktor kebisingan.
Kebisingan yang terjadi terutama bersumber dari
mesin-mesin pada pabrik- pabrik di PT Krakatau Steel terjadi dalam beberapa
area antara lain : incenerator compresesor house di pabrik Besi Spons,
furnace, power water system, roughing mill, sizing press,
shearing line I pilar, shearing line I, shearing line II di
Pabrik Pengerolan Baja Lembaran Panas (PPBLP), area NTM, area
roughing mill intermediate, area water threatment plant (WTP) di
Pabrik Batang Kawat (PBK), area continous pickling line (CPL), temper
mill, preparation di Pabrik Pengerolan Baja Lembaran Dingin (PPBLD). Oleh
sebab itu, pabrik menyediakan alat pelindung telinga secara cuma-cuma berupa ear
plug dan ear muff dalam rangka melindungi tenaga kerja dari pengaruh
kebisingan, kemudian pada tempat kerja dipasang rambu-rambu maupun poster pada
area dengan tingkat kebisingan tinggi atau melebihi NAB serta anjuran pemakaian
alat pelindung telinga pada area tersebut. Namun dalam lapangan terdapat tenaga
kerja yang tidak memakai alat pelindung telinga di kerenakan alat pelindung
mengganggu kinerja mereka, hal tersebut mencerminkan kurangnya kesadaran diri
pada tenaga kerja akan arti pentingnya alat pelindung telinga tersebut. Selain
itu perlindungan kebisingan juga dilakukan dengan pembanguan control room,
sehingga tenaga kerja tidak secara langsung terpapar bising.
b. Tekanan Panas
Tekanan panas adalah kombinasi antara suhu
udara, kelembapan udara percepatan udara, dan suhu radiasi yang dihubungkan
dengan produksi panas oleh tubuh yang terjadi pada tenaga kerja
(Suma’mur,1996). Suhu nikmat kerja adalah pada suhu 24–26 oC suhu kering.
Sebagaimana pada Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep–51/MEN/1999 tentang
Nilai Ambang Batas faktor fisika pada tabel 2 tentang Nilai Ambang Batas Iklim
Kerja Indeks Suhu Basah Bola (ISBB) yang diperkenankan, bahwa untuk waktu
bekerja terus menerus 8 jam per hari pada beban kerja berat ISBB 25,5 oC. Suhu
panas dapat menurunkan kinerja para pekerja karena memiliki efek fisiologis.
Lebih jauh, apabila paparan suhu panas Iklim Kerja Indeks Suhu Basah Bola
(ISBB) yang diperkenankan, bahwa untuk waktu bekerja terus menerus 8 jam per
hari pada beban kerja berat ISBB 25,5OC. Suhu panas dapat menurunkan kinerja
para pekerja karena memiliki efek fisiologis. Lebih jauh, apabila paparan suhu
panas ini tidak dikelola dengan baik dapat mengakibatkan risiko terjadinya
berbagai penyakit akibat kerja yang mungkin terjadi diantaranya adalah heat
cramps, heat exhaustion, heat stroke, heat strain, miliaria
dan dehidrasi. Selain itu, gangguan pada fungsi ginjal akibat keterpajanan
pada suhu tinggi yang berisiko terjadi pada tenaga kerja dapat pula terjadi
antara lain; gangguan peredaran darah ke ginjal, penurunan kualitas urine
seperti; berat jenis urine meningkat, ketidakseimbangan pH urine dan terdapat
kristal pada urine.
Area–area pabrik yang mempunyai tekanan panas
terdapat pada unit peleburan dan pengecoran di pabrik Billet Baja (BSP), Pabrik
Slab Baja I (SSP I) dan Pabrik Slab Baja II (SSP II). Untuk melindungi tenaga
kerja yang bekerja pada area tekanan panas mengadakan pengendalian antara lain
disediakan APD seperti baju tahan panas bagi tenaga kerja yang bekerja pada
area bertekanan tinggi, penyediaan air minum untuk mencegah dehidrasi,
pemasangan blower pada unit pengecoran untuk mengurangi tingginya
paparan panas yang diterima tenaga kerja, pemasangan control room dengan
AC dan diadakan rotasi kerja antar tenaga kerja.

c. Radiasi Sinar Radio Aktif
Sinar radio aktif di PT. Krakatau Steel
digunakan untuk monitoring kualitas dari baja – baja yang dihasilkan. Radiasi
dari sinar radio aktif juga dapat berefek biologis yang kurang baik bagi
kesehatan tenaga kerja. Dampak yang sangat fatal yang mungkin terjadi adalah
terjadinya impotensi. Maka dari itu untuk melindungi tenaga kerja, Dinas
Keselamatan Kerja PT. Krakatau Steel secara rutin melakukan pengukuran tingkat
paparan radiasi pada setiap lokasi sumber radio aktif setiap dua minggu sekali.
Untuk mengetahui seberapa besar tenaga kerja telah terpapar, maka tenaga kerja
yang bekerja disekitar sumber radio aktif dilengkapi dengan film badge dengan
nomer seri yang berbeda – beda tiap tenaga kerja. Film badge ini
merupakan indicator untuk mengetahui tingkat paparan radiasi yang telah di
terima oleh tubuh tenaga kerja. Kemudian untuk satu bulan sekali film badge ini
di bawa ke BATAN untuk dilihat berapa paparan radiasi yang telah di terima oleh
masing - masing tenaga kerja, apabila telah melampaui dari NAB yaitu 0,5
mRem/jam (UU No 51 tahun 1999), maka tenaga kerja untuk sementara tidak bekerja
dalam waktu yang telah ditentukan.
d. Radiasi Sinar Infra Merah
Radiasi sinar infra merah terutama terjadi pada
pekerjaan–pekerjaan yang melakukan kontak langsung dengan baja cair. Seperti
pembuang slag, pengukuran temperatur baja cair, pengambilan sample baja cair,
penuangan baja cair maupun pada waktu pengaliran baja cair dalam cetakan. Untuk
menanggulangi pengaruh dari radiasi infra merah ini telah disediakan kacamata
furnace yang diharapkan dapat mengurangi radiasi yang diterima tenaga kerja.
Menurut Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEP-51/MEN/1999 pasal 5 tentang
NAB radiasi frekuensi radio dan gelombang mikro di tempat kerja adalah 30 kHz –
100 kHz per 6 menit (Pungky W, 1999). Bila tenaga kerja terpapar gelombang
mikro (radiasi infra merah) yang melebihi NAB, akan mengakibatkan katarak pada
lensa mata.
e. Uap logam
Uap logam banyak dihasilkan pada aktifitas –
aktifitas seperti penuangan baja cair, pengaliran baja cair ke dalam cetakan
serta pada saat proses pendinginan terbuka. Upaya untuk mengurangi kontak
tenaga kerja dengan uap logam, maka dipasang blower yang diharapkan uap
logam tidak langsung mengenai tenaga kerja tetapi terbawa oleh aliran udara
dari blower.
2. Potensi Bahaya
a. Ledakan
Ledakan merupakan potensi bahaya terbesar yang
kemungkinan terjadi PT Krakatau Steel. Sumber utama suatu ledakan dari furnace
dalam proses peleburan yang terdapat pada Divisi Pabrik Billet Baja, Pabrik
Slab Baja I, Pabrik Slab Baja II. Ledakan dapat terjadi dari proses pembakaran (burning)
gas–gas yang ada pada Divisi Pabrik Besi Spons. Upaya pencegahan terjadi
ledakan dalam proses peleburan bahan baku yang digunakan harus bebas dari air,
karena air akan bereaksi membentuk gas H2 yang kemudian dapat menyebabkan
ledakan, selain itu scrap atau besi bekas yang digunakan sebagai bahan baku
tidak boleh bercampur dengan tabung tertutup karena dapat mengakibatkan ledakan
pada proses peleburan dalam furnace. Pada Divisi Pabrik Spons untuk
mencegah ledakan dengan dilakukan pengecekan secara rutin setiap satu jam
sekali dalam poses pembakaran gas pada bejana–bejana bertekanan agar dapat
diketahui secara dini apabila terjadi kebocoran gas yang akhirnya dapat
mengakibatkan ledakan. Upaya-upaya yang dilakukan PT. Krakatau Steel ini sudah
mencerminkan UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 3 dan 4 (ayat
1 sub c) tentang mencegah dan mengurangi ledakan (Suma’mur P.K, 1996).
b. Tertimpa
Tertimpa merupakan potensi bahaya yang sering
terjadi. Penyediaan helm bagi tenaga kerja merupakan salah satu upaya untuk
mengurangi bahaya tertimpa benda jatuh. Selain itu disetiap area pabrik juga
dibuat jalur hijau yang merupakan jalur aman bagi tenaga kerja atau orang lain
yang berada di tempat kerja. Untuk menghindari kejatuhan dari beban yang sedang
diangkat, setiap crane yang beroperasi dengan atau tanpa membawa beban disertai
dengan bunyi sirene.
Upaya-upaya yang dilakukan PT. Krakatau Steel
dalam pengamanan tenaga kerja terhadap bahaya tertimpa ini sudah mencerminkan
UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 3 dan 4 (ayat 1 sub a dan
n) tentang mencegah dan mengurangi kecelakaan dan mengamankan serta
memperlancar pengangkutan barang (Suma’mur P.K, 1996).
c. Percikan baja
Percikan baja cair timbul dari letupan-letupan
baja cair dari furnace atau pada ladle yang mengucurkan baja cair
ke tundish. Percikan baja cair dapat dihindari dengan pemakain baju
tahan panas namun kenyataannya di lapangan tenaga kerja enggan memakai baju
tahan panas karena dirasa kurang nyaman dan membatasi gerak. Upaya pengendalian
yang telah dilakukan PT. Krakatau Steel dalam pengamanan tenaga kerja terhadap bahaya
percikan baja cair sudah mencerminkan UU No. 1 tahun 1970 pasal 3 dan 4 (ayat 1
sub a) tentang mencegah dan mengurangi kecelakaan (Suma’mur P.K, 1996).
d. Tersentuh Benda Panas
Untuk mencegah terjadinya bahaya tersentuh
benda panas, pada area-area tertentu dipasang rambu-rambu ”Area Berbahaya”
dimaksudkan agar tenaga kerja berhati-hati dan menjaga jarak karena disekitar
area tersebut terdapat baja panas. Rambu-rambu banyak dijumpai di area
pendinginan terbuka Pabrik Slab Baja dan Billet Baja. Upaya pengendalain yang
telah dilakukan PT. Krakatau Steel dalam pengamanan tenaga kerja terhadap
bahaya percikan baja cair sudah mencerminkan UU no. 1 tahun 1970 paal 3 dan 4
(ayat 1 sub a) tentang mencegah dan mengurangi kecelakaan (Suma’mur P.K, 1996).
B.
Keselamatan Kerja
1. Pengendalian kondisi dan tindakan tidak aman
Kegiatan ini dilaksanakan untuk menciptakan
lingkungan kerja yang aman dan produktif bagi tenaga kerja. Sesuai
Undang-Undang No. 1 ahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, pasal 3 tentang syarat-syarat
keselamatan kerja.
2. Pengawasan, pengujian dan perijinan peralatan berbahaya:
a.
Crane, lift dan conveyor
Pengawasan dilakukan berdasarkan
peraturan perundangan yang terkait. Pemeriksaan dan pengujian crane serta tahap
sertifikasi pesawat angkat-angkut dilaksanakan sesuai Permenaker No.5 tahun
1985 tentang Pesawat Angkat-Angkut, pada pasal 135 tentang pengesahan atau
serifikasi pesawat angkat-angkut serta pasal 138 tentang pemeriksaan dan
pengujian pesawat angkat-angkut.
b.
Boiler
Pengawasan dilakukan berdasarkan
Peraturan Uap tahun 1930 dan Undang-Undang Uap tahun 1930 serta ASME CODE 2004.
Didalam Peraturan Uap tahun 1930 disebutkan bahwa pemeriksaan dan pengujian
sekurang-kurangnya 2 tahun sekali, sedangkan pemeriksaan boiler di PT Krakatau
Steel dilakukan setahun sekali. Hal ini dilakukan agar perubahan-perubahan pada
bagian ketel uap (pipa) serta adanya zat-zat di dalam ketel uap dapat diketahui
secara lebih dini.
c.
Bejana Tekan
Pengawasan dilakukan berdasarkan
Permenaker No. 1 tahun 1982 tentang Bejana Tekan. Di dalam peraturan tersebut
disebutkan bahwa pemeriksaan bejana tekan sekurang-kurangnya dilakukan 5 tahun
sekali, sedangkan di PT Krakatau Steel pemeriksaan bejana tekan dilakukan 3
tahun sekali sebagai tindakan preventif serta bertujuan untuk mengetahui
adanya perubahan struktur bejana tekan.
d.
Pemanfaatan zat radioaktif
Pengawasan dan pemantauan pemanfaatan
zat radioaktif dilaksanakan sesuai Undang-Undang No. 10 tahun 1997 tentang
Ketenaganukliran. Sedangkan perijinan pemanfaatan zat radioaktif dilaksanakan
berdasarkan Peraturan pemerintah Nomor 64 tahun 2000 tentang Perizinan
Pemanfaatan Tenaga Nuklir.
3. Pembinaan dan penyuluhan keselamatan kerja
Pembinaan dan penyuluhan keselamatan kerja
dilaksanakan sebagai perwujudan Undang-Undang No. 1 tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja, pasal 9 ayat 3 bahwa “Pengurus diwajibkan menyelenggarakan
pembinaan bagi semua tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya, dalam
pencegahan kecelakaan dan pemberantasan kebakaran serta peningkatan keselamatan
dan kesehatan kerja, pula dalam pemberian pertolongan pertama pada kecelakaan”.
4. Pengadaan APD
Penngadaan APD bagi tenaga kerja dilaksanakan
berdasarkan SK Direksi No. 64/Ci/DU-KS/Kpts/2003 tentang Pemberian dan
Penggunaan Alat dan Keselamatan Kerja. Pengadaan alat pelindung diri bagi
tenaga kerja PT. Krakatau steel juga berdasarkan pada pelaksanaan UU No. 1
tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Pada pasal 9 ayat 1 sub b dinyatakan
bahwa “Pengurus wajib menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru
tentang semua pengaman dan lat perlindungan yang diharuskan di tempat kerja”.
Sedangkan pada pasal 9 ayat 1 ub c menyatakan bahwa “Pengurus diwajibkan
menunjukkan dan menjelaskan tentang alat-alat perlindungan diri bagi tenaga
kerja yang bersangkutan”. Dan pada pasal 14 huruf c bahwa “Pengurus diwajibkan
menyediakan secara cuma-cuma, semua alat pelindung diri yang diwajibkan pada
tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang
lain yang memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjuk-petunjuk
yang diperlukan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja”.
C.
Hiperkes
Pelayanan kesehatan dilaksanakan oleh dinas hiperkes, bentuk pelayanan
kesehatan yang dilaksanakan adalah pemeriksaan kesehatan, baik pemeriksaan
kesehatan sebelum bekerja, pemeriksaan kesehatan berkala maupun pemeriksaan
kesehatan khusus. Norma-norma dan kebijakan mengenai pengujian kesehatan ditetapkan
dengan peraturan perundangan sebagai berikut:
1. UU No 1 Tahun 1970 pasal 8 tentang norma-norma mengenai pengujian
kesehatan berkala
2. Permenakertrans No 2/MEN/1980 tentang pemeriksaan kesehatan tenaga
kerja dalam penyelenggaraan keselamatan kerja.
3. Permenakertrans No 3/MEN/1982 tentang pelayanan kesehatan kepada tenaga
kerja.
4. Permenakertrans No 01/MEN/1981 tentang kewajiban lapor penyakit akibat
kerja.
Masalah gizi kerja setiap divisi di PT. Krakatau Steel juga telah
menyediakan kantin dengan menu berimbang 4 sehat 5 sempurna, serta tempat yang
bersih pada lantai, langit-langit, perlatan memasak dan makan maupun dapur yang
sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
715/MENKES/SK/V/2003 Tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Jasaboga
Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Lampiran III tentang persyaratan
higene dan sanitasi lokasi, bangunan dan fasilitas.
D.
Pengendalian Lingkungan
1. Pemantauan dan Penelitian Komponen Udara
a.
Sistem Pemantauan Debu
i.
Debu Jatuh
Untuk pemantauan debu jatuh sesuai dengan SNI
13-4703-1998 yaitu waktu pengambilan botol sample kurang lebih 30 hari.
ii.
Debu Ambient
Untuk pemantauan debu ambient dilakukan
berdasarkan Peraturan pemerintah RI No. 41 tahun 1999 tentang pengendalian
pencemaran udara, khususnya pada BAB III pasal 16 dan 28 yaitu:
Pasal 16 : “Pengendalian pencemaran udara meliputi pencegahan dan
penanggulangan pencemaran serta pemulihan mutu udara ambient, pencegahan
sumber pencemar, baik dari sumber bergerak maupun sumber tidak bergerak
termassuk sumber gangguan serta penanggulangan keadaan darurat.”
Pasal 28 : “Penanggulangan pencemaran udara sumber tidak bergerak
meliputi pengawasan terhadap penataan baku mutu emisi yang telah ditetapkan,
pemantauan emisi yang keluar dari kegiatan dan mutu udara ambient di
sekitar lokasi kegiatan dan pemeriksaan penataan terhadap ketentuan persyaratan
teknis pengendalian pencemaran udara.”
b.
Sistem Pemantauan dan Pengendalian
Gas
Untuk pemantauan dan pengendalian gas telah
sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1999 tentang Pengendalian
Pencemaran Udara.
Pasal 21 : ”Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau
kegiatan yang mengeluarkan emisi dan/ atau gangguan ke udara ambient wajib:
i.
Mentaati baku mutu udara ambient,
baku mutu udara emisi, dan baku tingkat gangguan yang ditetapkan untuk usaha
dan/atau kegiatan yang dilakukannya, melakukan pencegahan dan/atau
penanggulangan penanggulangan pencemaran udara yang diakibatkan oleh usaha
dan/atau kegiatan yang dilakukannya.
ii.
Memberikan informasi yang benar
dan akurat kepada masyarakat dalam rangka upaya pengendalian pencemaran dalam
lingkup usaha dan/atau kegiatannya.
Pasal 30 ayat 1 : “Setiap penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan dari sumber tidak bergerak yang mengeluarkan emisi wajib mentaati
ketentuan baku mutu udara ambient, baku mutu emisi dan baku tingkat
gangguan.
2. Pemantauan dan Penelitian Komponen Air
Pemantauan dan penelitian komponen air berdasarkan PP No.82 tahun 2001
tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air Presiden RI.
3. Pemantauan dan Penelitian Lingkungan Kerja
a.
Tekanan Panas
Untuk tekanan panas dilakukan
pemantauan secara rutin dengan standard yang disesuaikan dengan Kepmenaker
tentang NAB Faktor Fisika di Tempat Kerja pasal 2 yaitu NAB iklim kerja
menggunakan parameter ISBB.
b.
Kebisingan
Untuk pemantauan kebisingan berdasarkan
KepmenLH No. 48 tahun 1996 tentang baku tingkat kebisingan Pasal 6 ayat 1
yaitu:
i.
Mentaati baku mutu kebisingan yang
telah dipersyaratkan.
ii.
Memasang alat pencegahan
terjadinya kebisingan.
iii.
Menyampaikan laporan hasil pemantauan
tingkat kebisingan sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan sekali kepada Gubernur,
Menteri, instansi yang bertanggung jawab dibidang pengendalian dampak
lingkungan dan instansi teknis yang membidangi kegiatan yang bersangkutan serta
instansi lain yang dipandang perlu.
c.
Penerangan
Untuk penerangan dilakukan pemantauan
secara rutin dengan NAB disesuaikan dengan Peraturan Menteri Perburuhan No.7
tahun 1964 tentang Syarat Kesehatan, Kebersihan, serta Penerangan di Tempat
Kerja khususnya pada pasal 14.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan penulis di PT Krakatau
Steel, maka secara umum penerapan keselamatan dan kesehatan kerja di PT
Krakatau Steel dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.
PT Krakatau Steel sudah melakukan
upaya pengendalian pada faktor dan potensi bahaya yang terjadi sesuai dengan
peraturan perundangan yang berlaku (Undang-Undang No. 1 tahun 1970) untuk
meminimalisir kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.
2.
PT Krakatau Steel telah melakukan
pengawasan, pengujian dan perijinan terhadap peralatan berbahaya khususnya pada
crane, lift, conveyor, boiler/ bejana tekan serta
pada pemanfaatan zat radioaktif. Kegiatan ini dilaksanakan untuk menciptakan
lingkungan kerja yang aman.
3.
Penerapan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja di PT Krakatau Steel telah diberlakukan dengan
baik sesuai Per.Menaker No. 05 tahun 1996 tentang SMK3 di perusahaan. Hal ini
terbukti dalam 3 tahun berturut-turut mendapatkan penghargaan SMK3 dari peninjau
Pemerintah RI.
4.
Aspek pelayanan kesehatan yang
dilakukan di PT Krakatau Steel merupakan tanggung jawab dinas Hiperkes, yaitu
usaha untuk mencegah timbulnya penyakit akibat kerja yang pada hakekatnya akan
merugikan perusahaan dan karyawan. Pelayanan kesehatan yang dilaksanakan yaitu
pemeriksaan kesehatan karyawan, pengadaan pos P3K dan penempatan kotak-kotak
P3K di tempat-tempat yang mudah dijangkau.
5.
Usaha pengendalian lingkungan
industri di PT Krakatau Steel telah dilakukan dengan baik melaui kegiatan
pemantauan, penelitian dan pengendalian terhadap komponen udara, air, limbah
padat dan juga lingkungan industri serta pengendalian pencemaran baik fisik,
kimia dan biologi.
B.
Saran
Adapun saran yang dapat diberikan, yaitu :
1.
Perlu adanya peningkatan upaya
pengendalian terhadap faktor dan potensi bahaya di lingkungan kerja dengan
melakukan pembinaan keselamatan dan kesehatan kerja secara tegas terhadap
tenaga kerja, contohnya memberikan pengarahan setiap 1 minggu sekali dan sanksi
pemotongan gaji apabila tidak mengenakan alat pelindung diri khususnya di
daerah rawan kecelakaan, agar tenaga kerja mempunyai tingkat pemahaman dan
kesadaran yang tinggi mengenai arti pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja.
2.
Meningkatkan kegiatan pengawasan
dan pengujian terhadap peralatan berbahaya agar tercipta lingkungan kerja yang
aman dan nyaman sehingga produktivitas kerja meningkat.
3.
Mempertahankan dan meningkatkan penerapan
sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3) yang telah berjalan dan
menerapkan program atau sistem yang belum berjalan agar lebih maksimal.
4.
Dalam hal pelayanan kesehatan,
hendaknya kegiatan pelayanan di poliklinik dibuka 24 jam agar apabila
memungkinkan terjadi kecelakaan kerja bisa langsung ditangani.
DAFTAR PUSTAKA
Awang Yudha Irianto, 2006. Dokumen Dinas
Hyperkes Divisi K3LH PT Krakatau Steel. Cilegon : PT Krakatau Steel.
Departemen Tenaga Kerja RI, 1970. Undang-Undang
No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Jakarta : Departemen Tenaga
Kerja RI.
Departemen Tenaga Kerja RI, 1985. Permenaker
No. 05 tahun 1985 tentang Pesawat Angkat-Angkut. Jakarta : Departemen
Tenaga Kerja RI.
Departemen Tenaga Kerja RI, 1997. Undang-Undang
No. 10 tahun 1997 tentang Ketenaganukliran. Jakarta : Departemen Tenaga
Kerja RI.
Departemen Tenaga Kerja RI, 1999. Keputusan
Menteri Tenaga Kerja RI No. Kep-51/ MEN/ 1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor
Fisika di Tempat Kerja. Jakarta : Departemen Tenaga Kerja RI.
Departemen Tenaga Kerja RI, 2003. Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 715/MENKES/SK/V/2003 tentang Persyaratan
Hygiene Sanitasi Jasaboga Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta :
Departemen Tenaga Kerja RI.
N. B. Bennet Silalahi Rumondang B. Silalahi,
1995. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta : PT Saptodadi.
Pungky W, 1999. Himpunan Peraturan
Keselamatan Kerja. Jakarta : Sekretariat ASEAN ASHNET dan Direktorat PNKK.
Suma’mur, 1996. Higene Perusahaan dan
Kesehatan Kerja. Jakarta : PT Toko Gunung Agung.
Suma’mur, 1996. Keselamatan Kerja dan
Pencegahan Kecelakaan. Jakarta : CV Haji Mas Agung.
Syukri Shahab, 1994. Teknik Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta : PT Bina SDM.
Tim Penyusun, 1999. Dokumen SMKS PT.
Krakatau Steel. Cilegon : PT Krakatau Steel.
Tim Penyusun, 2015. Makalah Kesehatan Dan Keselamatan Kerja (K3) PT. Krakatau Steel, Cilegon :Universitas Sultan Ageng Tirtayasa